Ayah saya pernah bercerita bahwa orang Bali
mendapatkan trade mark yang menilai
bahwa orang Bali identik dengan kejujuran. Ayah saya tidak menjelaskan bagaimana asal
mula dari lahirnya trade mark
tersebut, hanya mendengar komentar-komentar dari orang lain. Misalnya, kalau di
Bali dulu rumah tidak pernah dikunci pintunya karena percaya tidak ada orang
lain yang akan masuk dengan maksud untuk mencuri. Penjara-penjara di Bali penuh
penghuni namun kebanyakan penghuninya bukan orang Bali, dan beberapa komentar
lainnya termasuk kisah seorang turis yang kehilangan dompet. Pernah ada cerita seorang turis dari luar
negeri ketinggalan dompet saat turun dari taksinya. Namun, sang sopir taksi,
yang adalah orang Bali (tentu seorang Hindu), setelah menyadari dompet
penumpangnya ketinggalan berusaha menemukan kembali penumpangnya tersebut untuk
mengembalikan dompetnya. Sang turis yang sebelumnya pesimis dompetnya (yang
didalamnya tersimpan sejumlah uang dan dokumen-dokumen berharga lainnya) bisa
kembali, tentu merasa senang ketika sang sopir taksi mencarinya untuk
mengembalikan dompet tersebut. Saking senangnya sang turis sampai berkomentar,
seandainya saya belum memiliki agama saya saat ini niscaya saya akan mengikuti
agama sang sopir taksi, karena agama sang sopir taksi mampu membuat penganutnya
berbuat kejujuran sedemikian rupa. Demikianlah cerita dari ayah saya beberapa tahun yang lalu.
Dari uraian di atas, tulisan ini penulis maksudkan
untuk membahas apa peran yang dapat diambil oleh generasi muda Hindu untuk
kemajuan Hindu di Indonesia. Ditengah-tengah kondisi negara saat ini yang
tingkat korupsinya sangat tinggi, maka lingkup tulisan ini dibatasi dengan tema
bahwa dengan berbuat kejujuran, seperti diajarkan dalam agama kita, Tri Kaya
Parisudha dapat menjadikan generasi muda Hindu berperan tidak hanya dalam
memajukan Hindu, namun juga memajukan negara kita, Indonesia.
Tri Kaya
Parisudha dan Kejujuran
Pasti semua umat hindu mengenal
bahkan sangat paham dengan istilah Tri Kaya Parisudha. Salah satu ajaran agama
Hindu yang paling mendasar ini sudah diajarkan begitu anak-anak Hindu
mendapatkan pelajaran agama di hari-hari pertama. Tri Kaya Parisudha adalah tiga jenis perbuatan yang harus
selalu dijaga kesuciannya yang merupakan landasan ajaran etika agama Hindu,
yang terdiri dari
- Manacika yang artinya berpikir yang benar. Kenapa kita harus selalu berfikir yang baik dan benar atau suci? Bahwa setiap ucapan dan tindakan berawal dari pikiran, oleh sebab itu berusaha untuk berpikir yang positif untuk mengendalikan perkataan dan tingkah laku agar selalu berkata dan berbuat yang baik.
- Wacika yang artinya berkata yang baik dan benar. Setiap orang lebih suka mendengar perkataan yang benar dan jujur walau kadang menyakitkan, tetapi sakitnya hanya sesaat. Semua orang tidak suka dicaci dan dimaki, kendalikanlah diri supaya tidak sampai seperti itu, atau jangan suka menghina orang karena setiap manusia adalah sama.
- Kayika yang artinya berbuat yang baik dan benar. Kayika mengajarkan kepada kita untuk selalu berbuat sesuai ajaran agama dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Tindakan mencotek selain mengingkari kejujuran juga melanggar peraturan di sekolahan yang memang melarang untuk siswanya melakukan tindakan tersebut. Satunya perkataan dan perbuatan adalah kata lain dari integritas, dan orang yang memiliki integritas tinggi adalah orang yang memiliki kejujuran yang tinggi pula.
Peran
Generasi Muda Hindu dan Kemajuan Hindu
Jika semua generasi muda Hindu,
mulai dari yang masih sekolah sampai yang sudah bekerja baik di kantor
pemerintah maupun swasta, selalu berpegang teguh pada Kejujuran seperti
tuntunan dari ajaran Tri Kaya Parisudha, maka akan dapat mengurangi angka
tindakan korupsi di Indonesia. Jika angka korupsi dapat dikurangi maka kemajuan
Indonesia dapat dipercepat. Ikut berkontribusinya semua generasi muda Hindu
demi kemajuan Bangsa Indonesia, maka secara langsung maupun tidak langsung juga
berkontribusi bagi kemajuan Hindu. Trade
mark bahwa Bali identik dengan
kejujuran dapat berubah menjadi Hindu
identik dengan kejujuran (karena orang Hindu tidak semuanya berdomisili di
Bali). Dan pertanyaan dari judul sebuah artikel yang penulis kutip di awal
tulisan dapat kita jawab dengan meyakinkan bahwa kejujuran orang Bali/Hindu
bukanlah sebuah mitos, tapi sebuah realitas.
Penulis: Ni Made Shanti Dewi Barata Putri
Siswa Pasraman Ganesha Brahmacari Ashram
Penulis: Ni Made Shanti Dewi Barata Putri
Siswa Pasraman Ganesha Brahmacari Ashram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar