Para Pemangku Yang Saya Sucikan
Para Pengurus Banjar Yang Saya Hormati
Sebelumnya saya ucapkan salam panganjali: “ Om Swastyastu”
Sebelumnya juga saya haturkan doa dan puja kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa, karena beliau telah memberikan waranugrahanya kepada kita, sehingga hari ini kita semua dapat berkumpul dalam keadaan sehat.
Para Bhakta Sedharma yang berbahagia,
Pada kesempatan yang baik ini saya akan mencoba menyampaikan sebuah paparan yang berjudul “ Implementasi Ajaran Tri Hita Karana dalam Kehidupan Sekarang”. Ketertarikan saya untuk mengangkat topik ini tiada lain berangkat dari sebuah renungan yang menghasilkan sebuah kekaguman atas keadiluhungan konsep Tri Hita Karana yang saat ini menjadi primadona dalam konsep pembangunan bagi Hindu yang MANDARA ( aman, damai dan sejahtera).
Hadirin umat sedharma yang terkasih,
Telah banyak fenomena kehidupan di sisi kita saat ini yang dapat kita jadikan refleksi untuk bangkit menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tujuan agama Hindu “ Moksartham Jagadhita ya ca iti Dharma” hanya akan dapat terwujud apabila di hati umat sedharma telah mampu menciptakan keselarasan, keharmonisan, serta keseimbangan dalam berbagai konteks kehidupannya. Konsep Tri Hita Karana yang mulai populer dan menjadi ikon Hindu dalam menata sendi-sendi kehidupan masyarakatnya sebenarnya telah ada sejak dahulu.
Para Pengurus Banjar Yang Saya Hormati
Sebelumnya saya ucapkan salam panganjali: “ Om Swastyastu”
Sebelumnya juga saya haturkan doa dan puja kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa, karena beliau telah memberikan waranugrahanya kepada kita, sehingga hari ini kita semua dapat berkumpul dalam keadaan sehat.
Para Bhakta Sedharma yang berbahagia,
Pada kesempatan yang baik ini saya akan mencoba menyampaikan sebuah paparan yang berjudul “ Implementasi Ajaran Tri Hita Karana dalam Kehidupan Sekarang”. Ketertarikan saya untuk mengangkat topik ini tiada lain berangkat dari sebuah renungan yang menghasilkan sebuah kekaguman atas keadiluhungan konsep Tri Hita Karana yang saat ini menjadi primadona dalam konsep pembangunan bagi Hindu yang MANDARA ( aman, damai dan sejahtera).
Hadirin umat sedharma yang terkasih,
Telah banyak fenomena kehidupan di sisi kita saat ini yang dapat kita jadikan refleksi untuk bangkit menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tujuan agama Hindu “ Moksartham Jagadhita ya ca iti Dharma” hanya akan dapat terwujud apabila di hati umat sedharma telah mampu menciptakan keselarasan, keharmonisan, serta keseimbangan dalam berbagai konteks kehidupannya. Konsep Tri Hita Karana yang mulai populer dan menjadi ikon Hindu dalam menata sendi-sendi kehidupan masyarakatnya sebenarnya telah ada sejak dahulu.
Pada Jaman Majapahit, Tri Hita Karana merupakan salah satu dari delapan belas rahasia sukses pemimpin besar Nusantara Gajah Mada pada waktu itu. Gajah Mada memasukkan konsep Ajaran TRI HITA WACANA yang harus diikuti oleh para pemimpin Majapahit untuk mewujudkan cita-citanya mempersatukan nusantara. Konsep Tri Hita Wacana yang dirumuskan oleh Gajah Mada itu kini lebih dikenal dengan ajaran TRI HITA KARANA. Tri Hita Karana dapat dimaknai sebagai tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan kebahagiaan. Ketiga hubungan tersebut meliputi:
1. Parahyangan atau Hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Hyang Widhi Wasa.
2. Pawongan atau Hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya.
3. Palemahan atau Hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Para hadirin umat sedharma yang berbahagia.
Akhir-akhir ini telah banyak kita saksikan bersama berbagai macam fenomena dan kejadian alam serta sosial yang sangat memprihatinkan kita semua. Umat manusia semakin menjauhkan diri dari sang penciptanya dan Krisis moral kian memuncak. Pada Dewasa ini juga, kita sedang menghadap isu isu global yang mau tidak mau kita sebagai umat Hindu harus menghadapi secara bijak. Perubahan demi perubahan terjadi seiring dengan kemajuan zaman. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan yang luar biasa. Semua aktifitas yang dilakukan oleh manusia membawa dampak yang berarti bagi lingkungan. Kepedulian terhadap lingkungan sudah tergerus oleh keegoisan yang tak mengenal kompromi sehingga berdampak terjadinya pemanasan global (Global Worming) yang sekarang ini mulai kita rasakan.
Apakah sudah terlambat untuk mengubahnya? Belum. Sudah saatnya detik ini kita sebagai umat Hindu memberikan contoh kepada masyarakat umum untuk memulai berbenah. Konsep yang paling sederhana adalah marilah kita gali ajaran adiluhung yang telah diwariskan oleh para leluhur kita serta mari kita implementasikan kedalam bentuk nyata dengan mengedepankan kepentingan bersama.
Saudara-saudara umat sedharma yang saya banggakan.
Tri Hita Karana sebagai konsep keselarasan hidup masyarakat Hindu memiliki spirit yang kuat untuk mewujudkan Hindu yang siap dan tangguh dalam menghadapi tatanan masyarakat duia yang semakin keras dan kompleks. Dalam mengimplementasikan konsep ajaran ini sangat ditekankan bahwa ketiga unsurnya harus diaplikasikan secara utuh, terpadu dan tidak ada yang paling dominan. Dia senantiasa seimbang dalam pemikiran, seimbang dalam pemikiran dan seimbang dalam segala tindakan.
APAKAH KITA SUDAH MENJALANKAN AJARAN INI?
Umat sedharma yang berbahagia sebetulnya kita semua secara tidak disadari telah menjalankan ajaran Tri Hita Karana ini.
APA CONTOHNYA?
Pertama, Ketika kita melakukan proses upacara Mecaru. Dalam proses Mecaru, ketiga unsur dalam Tri Hita Karana tersebut dilaksanakan. Terkait dengan Parahyangan, para pelaksana upacara tersebut dipastikan akan melaksanakan hubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa dengan mengucapkan doa dan Mantra persembahyangan. Terkait dengan Pawongan, masyarakat Hindu dengan konsepnya Manyama-braya mengadakan gotong royong dalam melaksanakan upacara tersebut, Hal itu merupakan salah satu cara mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan sesamanya. Selain itu dalam persiapan pembuatan banten Caru, bahan-bahannya harus beli ke pasar…. Kita butuh buah, butuh janur, butuh daun dan lainnya…Ada proses simbiosis mutualisme terjadi disana penjualnya mendapatkan keuntungan dan pembelinya pun juga mendapatkan keuntungan. Transaksi ekonomi terjadi disana sehingga kesejahteraan bisa merata dari tukang parkir, penjual buah sampai dengan penjual janur. Disitu keharmonisan hubungan manusia dengan sesamanya terjalin. Lalu bagaimana dengan hubungan dengan Alam atau Palemahan? Dalam proses upacara Mecaru, Banten yang dibuat tentu ada yang dikubur dalam tanah, disana ada buah-buahan, ada ayam, bunga dan sebagainya. Dalam kurun waktu tertentu Banten Mecaru tersebut tentu akan membusuk, cacing-cacing mendapatkan keuntungan makanan dan tanah pun akan menjadi subur. Dari suburnya tanah disekitarnya Biji-biji buah dari Banten Caru tersebut akan tumbuh dengan subur.
Itulah sedikit gambaran implementasi Tri Hita Karana yang oleh umat Hindu lakukan dari beberapa puluh tahun,namun kita belum sadar bahwa apa yang kita lakukan merupakan usaha untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan Tuhan, Manusia dengan Manusia, serta Manusia dengan Alam. Hal tersebut jika kita kembangkan lagi sama halnya dengan Reboisasi secara tidak langsung.
APAKAH ADA CONTOH LAIN?
Perhatian masyarakat Hindu terhadap lingkungannya sudah tidak dapat diragukan lagi. Sebelumnya saya mempunyai sebuah pertanyaan:” adakah agama di dunia ini mempunyai hari raya yang terkait dengan lingkungan?” jawabanya adalah “tidak” kecuali Hindu. Dalam agama Hindu ada hari raya untuk tumbuh-tumbuhan yaitu Tumpek Pengarah, Tumpek Kandang utuk segala macam ternak, Tumpek Landep untuk segala macam perabot sebagai sarana prasarana mencari kehidupan.
Nyepi untuk keharmonisan jagat raya dan lainnya. Karena substansi dari hari raya ini adalah persembahan yang tulus kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sebagai rasa syukur atas segala kemudahan yang dianugrahkan melalui media yang ada di alam semesta ini, dengan diiringi oleh sebuah doa semoga dianugerahkan kelestarian dan kemakmuran yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
Dalam benak kita tentu masih ada pertanyaan-pertanyaan terkait dengan pelestarian lingkungan tersebut, salah satunya adalah “apakah di dalam kitab suci Hindu ada yang terkait denga pelestarian lingkungan?” jawabannya adalah Ada. Salah satunya yang dapat saya petik dari kitab Manavadharma sastra Adyaya 4 Sloka 56 yang berbunyi:
Napsu mutram purisam va
Sthivanam va samutsrjet,
Amedhya liptam anya dva
Lohitam va visani va
Artinya:
Hendaknya ia jangan melemparkan air kencing atau kotorannya ke dalam air sungai, tidak pula ludah, juga tidak boleh melontarkan perkataan yang berisi hal-hal yang tidak suci, tidak pula kotoran-kotoran lain, tidak pula darah atau hal yang berbisa.
Umat sedharma yang terkasih, dalam upaya menjaga keharmonisan alam semesta ini umat Hindu senantiasa menjaga keselarasan antara sekala dan niskala baik secara vertikal dengan Sang Pencipta dan lingkungan alamnya. Maupun secara horisontal antar manusianya. Dengan demikian terciptalah energi positif yang dapat memberikan semangat kepada umat Hindu untuk senantiasa mengimplementasikan ajaran Veda dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta masyarakat Hindu yang harmonis dan akan semakin siap menghadapi segala tantangan pada era globalisasi.
Umat sedharma dan pemirsa, sesungguhnya masih banyak hal yang ingin saya sampaikan pada forum ini akan tetapi mengingat terbatasnya waktu yang diberikan maka dharma wacana pada kesempatan ini saya akhiri dengan menghaturkan cakupan kedua tangandan tidak lupa mohon maaf atas segala kekurangan yang ada pada diri saya.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Tidak ada komentar:
Posting Komentar