Setiap umat Hindu sangat mencintai anak-anak. Mereka percaya bahwa anak-anak mereka adalah karunia dari Tuhan dan hasil dari karma mereka sebelumnya. Banyak yang percaya bahwa anak-anak mereka sangat terkait dengan kehidupan masa lalu mereka atau teman dekat mereka. Menurut Manu, cerminan seseorang adalah melalui anak-anaknya.
Karena dalam umat Hindu percaya pada kelahiran kembali (Punarbhawa), memandang hidupnya dari perspektif yang lebih luas, yang mencakup bukan hanya kehidupan ini tetapi banyak kehidupan lain terdahulu. Dengan pandangan itu maka setiap umat Hindu berusaha untuk mensejahterakan keluarganya.
Dalam Hindu, untuk memperoleh keturunan adalah salah satu tujuan dari perkawinan. Namun, terkadang ada pula suami istri yang belum mendapatkan keturunan. Segala usaha sudah ditempuh, mungkin karena faktor kejantanan dan kemandulan sehingga belum dikaruniai keturunan. Dalam tradisi India jaman dahulu, Wanita yang mandul tidak diperbolehkan memimpin ritual.
Seorang anak sangat disayang karena ia menjunjung tinggi nilai-nilai keluarga dan merupakan penerus. Kitab suci Veda jelas menyatakan bahwa seorang pria hidup melalui anaknya. Sebelum meninggal, ayah yang memahami ajaran Veda mengajarkan kepada putra sulungnya melakukan upacara khusus, yang memberikan hak anak menjadi kepala keluarga dan melanjutkan tradisi keluarganya. Oleh karena itu, kelahiran seorang putra dalam keluarga sangat penting untuk melanjutkan keturunan. Umat Hindu melakukan beberapa ritual untuk mendapatkan berbagai jenis anak. Dalam Brihadaranyaka Upanishad (6.4) memberikan penjelasan kepada pasangan cara mendapatkan anak berkulit putih atau kulit coklat, atau kulit gelap dengan pengetahuan khusus tentang Veda dan umur.
Menurut Gautama Sutra (28:18), jika seseorang tidak memiliki anak laki-laki, dia akan meminta putrinya untuk membesarkan anak untuknya. Sebuah keluarga tanpa anak laki-laki dianggap kurang beruntung. Anak laki-laki lebih disukai karena berbagai alasan. Secara finasial,seorang anak laki-laki adalah aset. Secara Sosial ia menjaga kelangsungan dan citra mulia keluarga. Secara Rohani ia membantu orang tuanya di akhirat dengan melakukan upacara pemakaman ketika mereka meninggal dan menyelamatkan mereka dari neraka Punnama. Setelah itu ia melakukan upacara shradda (upacara pitra yadnya) secara berkala untuk memastikan kesejahteraan mereka di langit. Anak-anak perempuan tidak diijinkan memimpin upacara pemakaman dan bahkan terkadang tidak diizinkan untuk mengunjungi tempat kremasi. Jika pasangan memiliki lebih dari satu anak, putra sulung dan termuda akan menyalakan Api kremasi untuk ayah dan ibu mereka.
Keluarga yang memiliki banyak anak perempuan. Memiliki terlalu banyak gadis dalam keluarga dianggap sebagai beban keuangan karena orang tua harus membayar mas kawin yang besar untuk pernikahan mereka. Gadis-gadis tidak memiliki hak waris. Warisan leluhur keluarga selalu diberikan kepada anak laki-laki. Orang tua memiliki hak untuk membagikan kekayaan mereka sendiri (swarjitam) untuk anak perempuan mereka. Tetapi umumnya mereka tidak melakukannya kecuali mereka tidak memiliki anak laki-laki. Setelah pernikahan, anak perempuan menjadi milik suaminya dan tidak bisa tinggal dengan orangtuanya.
Di era Modern, perubahan besar terjadi dalam Sistem keluarga Hindu. Kelahiran anak Perempuan tidak dibeda-bedakan dalam keluarga Hindu, Kelahiran bayi perempuan juga disambut oleh banyak orang tua yang berpendidikan, yang menganggap sebagai tanda keberuntungan, percaya bahwa sang dewi lahir di rumah mereka. Tapi sebagian besar dari keluarga Hindu masih menganggap anak-anak mereka sebagai produk dari perbuatan masa lalu mereka (purvajanma sukrutam).
Ada beberapa Upacara berhubungan dengan kelahiran anak :
Terlepas dari kasta dan kelahiran, kedua orang tua dan anak-anak dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis berdasarkan dominasi Guna mereka yaitu sattvika, rajasika dan tamasika.
Karena dalam umat Hindu percaya pada kelahiran kembali (Punarbhawa), memandang hidupnya dari perspektif yang lebih luas, yang mencakup bukan hanya kehidupan ini tetapi banyak kehidupan lain terdahulu. Dengan pandangan itu maka setiap umat Hindu berusaha untuk mensejahterakan keluarganya.
Dalam Hindu, untuk memperoleh keturunan adalah salah satu tujuan dari perkawinan. Namun, terkadang ada pula suami istri yang belum mendapatkan keturunan. Segala usaha sudah ditempuh, mungkin karena faktor kejantanan dan kemandulan sehingga belum dikaruniai keturunan. Dalam tradisi India jaman dahulu, Wanita yang mandul tidak diperbolehkan memimpin ritual.
Seorang anak sangat disayang karena ia menjunjung tinggi nilai-nilai keluarga dan merupakan penerus. Kitab suci Veda jelas menyatakan bahwa seorang pria hidup melalui anaknya. Sebelum meninggal, ayah yang memahami ajaran Veda mengajarkan kepada putra sulungnya melakukan upacara khusus, yang memberikan hak anak menjadi kepala keluarga dan melanjutkan tradisi keluarganya. Oleh karena itu, kelahiran seorang putra dalam keluarga sangat penting untuk melanjutkan keturunan. Umat Hindu melakukan beberapa ritual untuk mendapatkan berbagai jenis anak. Dalam Brihadaranyaka Upanishad (6.4) memberikan penjelasan kepada pasangan cara mendapatkan anak berkulit putih atau kulit coklat, atau kulit gelap dengan pengetahuan khusus tentang Veda dan umur.
Menurut Gautama Sutra (28:18), jika seseorang tidak memiliki anak laki-laki, dia akan meminta putrinya untuk membesarkan anak untuknya. Sebuah keluarga tanpa anak laki-laki dianggap kurang beruntung. Anak laki-laki lebih disukai karena berbagai alasan. Secara finasial,seorang anak laki-laki adalah aset. Secara Sosial ia menjaga kelangsungan dan citra mulia keluarga. Secara Rohani ia membantu orang tuanya di akhirat dengan melakukan upacara pemakaman ketika mereka meninggal dan menyelamatkan mereka dari neraka Punnama. Setelah itu ia melakukan upacara shradda (upacara pitra yadnya) secara berkala untuk memastikan kesejahteraan mereka di langit. Anak-anak perempuan tidak diijinkan memimpin upacara pemakaman dan bahkan terkadang tidak diizinkan untuk mengunjungi tempat kremasi. Jika pasangan memiliki lebih dari satu anak, putra sulung dan termuda akan menyalakan Api kremasi untuk ayah dan ibu mereka.
Keluarga yang memiliki banyak anak perempuan. Memiliki terlalu banyak gadis dalam keluarga dianggap sebagai beban keuangan karena orang tua harus membayar mas kawin yang besar untuk pernikahan mereka. Gadis-gadis tidak memiliki hak waris. Warisan leluhur keluarga selalu diberikan kepada anak laki-laki. Orang tua memiliki hak untuk membagikan kekayaan mereka sendiri (swarjitam) untuk anak perempuan mereka. Tetapi umumnya mereka tidak melakukannya kecuali mereka tidak memiliki anak laki-laki. Setelah pernikahan, anak perempuan menjadi milik suaminya dan tidak bisa tinggal dengan orangtuanya.
Di era Modern, perubahan besar terjadi dalam Sistem keluarga Hindu. Kelahiran anak Perempuan tidak dibeda-bedakan dalam keluarga Hindu, Kelahiran bayi perempuan juga disambut oleh banyak orang tua yang berpendidikan, yang menganggap sebagai tanda keberuntungan, percaya bahwa sang dewi lahir di rumah mereka. Tapi sebagian besar dari keluarga Hindu masih menganggap anak-anak mereka sebagai produk dari perbuatan masa lalu mereka (purvajanma sukrutam).
Ada beberapa Upacara berhubungan dengan kelahiran anak :
- Upacara bayi dalam kandungan. Upacara yang ditujukan kepada dewa sebagai rasa syukur atas kehamilan.
- Upacara yang dilakukan selama bulan ketiga kehamilan.
- Upacara yang dilakukan pada saat kelahiran anak.
- Upacara yang dilakukan pada saat pemberian nama.
- Upacara yang dilakukan enam bulan setelah kelahiran anak.
- Upacara pemotongan rambut.
- Upacara yang dilakukan pada saat "upanayana" untuk membuat individu yang "dvija" atau kelahiran kedua ".
Terlepas dari kasta dan kelahiran, kedua orang tua dan anak-anak dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis berdasarkan dominasi Guna mereka yaitu sattvika, rajasika dan tamasika.
- orang tua dan anak-anak yang sattvika adalah yang menunjukkan dan mengajarkan pelayanan rasa bhakti, spiritualitas, kegiatan keagamaan, pengetahuan kebajikan dan kebijaksanaan.
- Orang tua dan anak-anak Rajasika adalah menunjukkan materi tindakan egois, pengetahuan duniawi dan tampilan emosi yang kuat.
- Orang tua dan anak-anak Tamasika menunjukkan kekejaman, menyiksa dan tindakan amoral, pengetahuan yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar