Pada suatu ketika, Arjuna – putra ketiga Kunti – pergi mengunjungi Rameshvaram, tempat di mana dulu Sri Rama dan balatentara Kiskenda membangun jembatan raksasa yang menghubungkan antara India dan Lanka. Arjuna melihat kini jembatan itu hanya tinggal puing-puing belaka.
Ia pun menghela napas panjang dan menatap salah satu kera kecil yang melintas, “Apakah
Rama tidak begitu hebat? Bukankah Sri Rama adalah pemanah hebat,
mengapa Ia malah meminta sekumpulan kera untuk membangun jembatan? Jika
aku adalah Rama ketika itu, aku akan membangun jembatan dengan busur
dan panahku, sedemikian hingga lautan terbelah karena kokohnya
jembatanku.”
Tentu saja Arjuna dapat berpikir demikian, ia selalu menganggap
dirinya sebagai pemanah terbaik di dunia, sebagaimana Sri Rama pada
masanya. Dan memang pada era Kerajaan Astinapura, sulit ditemukan
tandingan Arjuna dalam seni perang yang yang satu ini. Dan panah
saktinya mampu menciptakan apapun.
Kera kecil yang dipandangnya tertawa, “Apa kamu terlalu bodoh
sehingga tidak menyadari keadaan pada saat itu. Sebuah jembatan yang
dibangun dengan sebatang panah tidak akan mampu menahan bobot jutaan
pasukan kiskenda yang melintas, termasuk batu dan bukit raksasa yang
mereka bawa sebagai senjata. Panahmu tidak akan sanggup menahannya.”
Arjuna tampak tersinggung, “Baiklah, kamu bisa melihat jembatanku
dengan matamu sendiri, kamu dan jutaan kera di sini bisa mencoba
melintas di atas jembatanku.”
Dengan kekuatan Yoga-nya, Arjuna melepaskan anak panahnya dan menebus
serta membelah lautan dengan dahsyat, dan sebuah jembatan baru yang
begitu kokoh muncul seketika menghubungkan antara India dan Lanka. Ia
pun tersenyum puas, lalu mempersilakan si kera kecil itu mencobanya.
(Beberapa versi kisah lainnya menyatakan bahwa Arjuna mengajak si kera
kecil menuju salah satu sungai besar terdekat, dan membangun jembatannya
di sana).
Dengan sebuah lompatan ringan si kera menghentakkan kaki mungilnya di
atas jembatan tersebut, lalu dengan seketika, jembatan tersebut telah
porak-poranda terbenam ke dalam lautan. Si kera kembali ke daratan, dan
berkata pada Arjuna bahwa jembatannya memang tidak cukup kokoh. Kemudian
Arjuna mengulanginya, namun kembali si kera menghancurkan jembatannya
dengan begitu mudah.
Arjuna kemudian sadar bahwa kera kecil itu bukanlah kera sembarangan.
Ia pun mengerahkan segenap kemampuannya, ia membangun jembatan terakhir
dengan segenap daya upaya, itu tidak seperti jembatan-jembatan lain
sebelumnya. Kera kecil itu sadar dan tersenyum, ia tahu akan sulit
menghancurkan jembatan ini. Tanpa menunggu lagi, si kera membesarkan
dirinya sambil melompat tinggi ke arah sebuah gunung besar, dan
mengikatkan gunung itu di tubuh raksasanya. Kemudian kera itu melompat
kembali ke arah jembatan.
Arjuna yang melihat ini hilang sudah rasa percaya dirinya, luluh
sudah kesombongannya, kini ia tampak lunglai, namun hatinya berdoa pada
Sri Krishna, “Krishna, aku mencari perlindunganmu, aku menyerahkan semuanya padamu.” Sementara Kera itu melompat dan dalam hatinya berdoa pada Sri Rama, “O
Rama, tolonglah aku, jika jembatan ini tidak hancur, maka nama-Mu akan
ternodai oleh kesombongan pemanah ini, karenanya aku meminta
perlindunganmu.”
Kera itu pun menghentak jembatan dengan sebuah gunung besar di
punggungnya, dan ia menjadi cemerlang sehingga memperlihatkan sosok yang
sebenarnya. Arjuna menjadi tertegun melihat kera raksasa itu, ia adalah
salah satu pemimpin pasukan Kiskenda dan pembantu setia Sri Rama, putra
Vayu dan reinkarnasi Siwa sendiri – Hanuman. Bumi pun bergetar, namun
apa yang terjadi?
Jembatan itu bahkan tidak retak, melainkan darah tampak keluar
mengalir dari dasar jembatan. Hanuman dan Arjuna sama-sama tertegun,
sampai mereka melihat seorang pertapa dengan punggung yang terluka
menyangga jembatan.
Pertapa itu kemudian datang pada Hanuman dan Arjuna, dengan cahaya
yang cemerlang, Hanuman melihat sosok tersebut sebagai Sri Rama,
sedangkan Arjuna melihat sosok tersebut sebagai Sri Krishna. Di sana
Rama meminta Hanuman untuk melindungi Arjuna saat perang Bharata nanti,
melindungi Arjuna dari panah-panah sakti Karna, Guru Drona, dan Kakek
Bhisma – jika tidak di hari pertama, pertempuran pertama, maka Arjuna
akan terbunuh oleh anak panah yang pertama. Dan Rama sendiri
menyampaikan pada Hanuman bahwa ia juga akan menjaga Arjuna sebagai
sebagai sais kereta perangnya. (Dalam kisah Mahabharata kemudian, digambarkan kereta perang Arjuna memiliki panji berlambang Hamuman).
Arjuna sendiri kemudian sadar, bahwa masing-masing batu, bukit dan
gunung yang digunakan untuk membangun jembatan Rameshvaram dilindungi
oleh kekuatan Ilahi sehingga cukup kokoh untuk mencapai tujuan Ilahi,
sedangkan jembatan Arjuna hanya berisi kesombongan sehingga dengan mudah
hancur, hanya ketika ia menyerahkan segalanya pada Ilahi, maka Tuhan
sendiri yang akan mengambil bebannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar