Dua sahabat bernama Dhanpal dan Sukhpal tinggal di sebuah desa bernama
Dharampur. Keduanya bekerja keras di desa untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari mereka.
Suatu hari, Sukhpal tidak dapat mendapat pekerjaan. "Bagaimana saya akan memberi makan anak-anak jika saya tidak mencari pekerjaan?" Ia cemas sekali memikirkan anak-anaknya. Dia kemudian pergi ke para pedagang desa dan memohon pekerjaan dari mereka, "Pak! Tolong beri saya beberapa pekerjaan yang harus dilakukan jika tidak anak-anak saya akan kelaparan. "Namun, mereka tidak menghiraukannya dan memintanya untuk pergi.
Suatu hari, Sukhpal tidak dapat mendapat pekerjaan. "Bagaimana saya akan memberi makan anak-anak jika saya tidak mencari pekerjaan?" Ia cemas sekali memikirkan anak-anaknya. Dia kemudian pergi ke para pedagang desa dan memohon pekerjaan dari mereka, "Pak! Tolong beri saya beberapa pekerjaan yang harus dilakukan jika tidak anak-anak saya akan kelaparan. "Namun, mereka tidak menghiraukannya dan memintanya untuk pergi.
Sukhpal kembali ke rumah setelah matahari terbenam. Begitu masuk, anak-anak memeluknya sambil berteriak, "Ayah pulang! Ayah Pulang! "Mereka mulai mencari makanan di saku ayahnya tetapi tidak dapat menemukan apa-apa. Mereka terdiam setelah melihat ekspresi sedih di wajah ayahnya. Istri Sukhpal yang memahami kesedihan lalu mengajak anak-anak ke tempat tidur.
Sukhpal tidak bisa tidur malam itu. Ia duduk di sudut, air mata memenuhi matanya saat ia mulai berpikir, "Anak-anak sedang tidur sekarang, tapi bagaimana dengan besok?" Tiba-tiba, ia bangun dan berkata pada istrinya, "Aku akan ke hutan sekarang, untuk mengambil kayu sehingga saya bisa menjualnya besok di pagi hari. Dengan uang itu, saya akan mencukupi makan anak-anak. "Istrinya menjawab," Sudah larut malam hari lebih baik jika Anda tidak pergi. Tuhan akan mengatur semuanya." Mendengar itu, Sukhpal berkata," Kemalasan tidak akan mencapai apa-apa. Hanya dengan usaha dan melakukan kerja keras maka Tuhan membantu kita". Dia lalu mengambil kapak dan berangkat ke hutan.
Sukhpal sampai hutan dalam terang bulan purnama. Dia naik ke pohon dan saat ia mengangkat kapaknya, Muncul sebuah suara, "Hati-hati! Ini adalah dosa untuk memotong pohon-pohon di malam hari. "
Sukhpal melihat sekeliling tapi tidak melihat siapa pun. Namun, dia tidak kehilangan keberaniannya dan bertanya kembali, "Siapa kau? Kenapa kau tidak membiarkan saya memotong kayu? "
Tidak ada jawaban, tiba-tiba muncul asap. Seseorang tampak seperti deva yang mulai terlihat dan berkata, "Akulah Vandevta (dewa hutan). Setelah menjawab pertanyaanku, aku akan mengijinkan Anda memotong kayu". Sukhpal berkata," Bagaimana orang bodoh seperti saya dapat memberikan jawaban atas pertanyaan Anda? Terlepas dari itu, saya akan mencoba yang terbaik untuk menjawab berdasarkan pengetahuan saya. "
Vandevta berkata, "Baiklah kalau begitu! Katakan padaku, siapa yang selalu senang? "Setelah berpikir beberapa saat, Sukhpal menjawab," Orang yang tidak memiliki hutang. Dia yang bekerja keras untuk mencari nafkah dan selalu pengabdian diri kepada Tuhan maka dia selalu senang. "
Mendengar jawaban Sukhpal, para Vandevta sangat senang dan memberinya Panci ajaib. Vandevta menjelaskan, "Panci ini akan memberikan semua makanan yang kamu inginkan. Tapi, Kendi ini hanya dapat digunakan ketika kamu tidak menemukan pekerjaan. "
Sukhpal sangat senang karena ia telah dihargai untuk upaya jujur. Dia kembali ke rumah dengan Panci itu. Dia bangunkan istri dan anak-anaknya, mereka semua bahagia makan apa pun yang mereka inginkan.
Keesokan harinya, temannya Dhanpal datang ke rumahnya. Mendengar tentang keberuntungan Sukhpal itu, Dhanpal menjadi sangat gembira. Si rakus mulai berpikir, "Jika aku punya Kendi ini, maka saya akan menjadi sangat kaya." Dia kembali ke rumahnya dan memberitahu istrinya tentang hal itu. Mereka berdua sangat gembira memikirkan mendapatkan Panci tersebut untuk dirinya.
Ketika sudah gelap, Dhanpal mengambil kapak dan pergi ke hutan. Saat ia memanjat pohon muda dan mengangkat kapaknya, ia mendengar suara yang mengatakan, "Hei Kamu! memotong pohon muda adalah perbuatan dosa. Mengapa kamu memotong itu? "Jawab Dhanpal," Vandevta, beri aku Panci ajaib atau aku tidak hanya akan menebang pohon tetapi seluruh hutan. "Ketika tidak ada respon terhadap ancamannya, Dhanpal mulai berteriak. Bahkan kemudian, tidak ada jawaban sehingga ia menjadi sangat marah. Jadi, ia mulai memotong pohon dengan kapak. Dan tiba-tiba, ia dilemparkan ke langit bersama dengan kapak dan terjebak di sana. Dia berusaha sangat keras untuk turun tapi tidak bisa. Dia menyesali perbuatannya, tapi sekarang apa yang bisa dilakukannya? Di rumahnya sang Istri mulai cemas karena Dhanpal tidak kunjung pulang dan lalu bersama Sukhpal mulai mencari ke hutan. Ketika mereka menemukannya terjebak di langit di atas pohon ia mencoba untuk memotong, Sukhpal berdoa kepada Vandevta. Vandevta menyatakan, "Dia layak untuk dihukum." Namun, Sukhpal terus berdoa untuk temannya. Melihat sopan, penuh kasih, dan tulus dari Sukhpal, Vandevta lalu melepaskan Dhanpal.
Namun, keserakahan Dhanpal tidak berhenti. Dia masih berkeinginan memiliki Panci ajaib itu. Akhirnya, tidak peduli siapapun, ia pergi ke rumah Sukhpal untuk mencurinya. Diam-diam, ia masuk rumah dan mencuri Panci itu.
Dhanpal dengan senang hati kembali ke rumah. Segera, ia berpikir tentang keinginan favoritnya dan memasukkan tangannya ke dalam Panci. Anehnya, tangannya mulai mencair! Bahkan, saat tangannya meleleh, lengannya ditarik ke dalam Panci. Hanya dalam beberapa menit, seluruh lengannya mencair dan bahunya sekarang melekat pada Panci. Ia benar-benar takut dan mulai berteriak-teriak dengan suara keras. Sekali lagi, istri dan Sukhpal berlari untuk membantunya. Sukhpal tidak tega melihat temannya dalam kondisi mengerikan tersebut sehingga ia mulai berdoa untuknya. Setelah beberapa saat, tangan Dhanpal lepas dari Panci itu.
Dhanpal bersujud di kaki Sukhpal dan berjanji untuk berhenti menjadi serakah. Sejak hari itu, Dhanpal bekerja dengan jujur dan menerima pembayaran atas usahanya, dan tidak pernah serakah lagi.
Diterjemahkan dari cerita "Consequences of Greed" Oleh : Paryanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar